Jumat, 28 Januari 2011

PERANAN  NILAI-NILAI AGAMA
DALAM PEMBELAJARAN MUATAN  LIFE SKILLS DI SEKOLAH
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : Fachrudin

Abstraksi
Life skills pada dasarnya merupakan interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga ia dapat hidup mandiri. Dilihat dari jenis-jenisnya, life skills terbagi kepada empat jenis, yaitu: (1) kecakapan personal, (2) kecakapan sosial, (3) kecakapan akademik, dan (4) kecakapan vokasional yang semuanya harus dilandasi dengan nilai-nilai agama (imtaq). Pendekatan yang tepat dan sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran life skills di sekolah adalah pendekatan "Broad Based Education".  Broad Based Education merupakan suatu pendekatan yang memiliki karakteristik bahwa proses pendidikan bersumber pada nilai-nilai hidup yang berkembang secara luas di masyarakat. Strategi pengembangan muatan life skills yang dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah adalah: (1) Strategi Renung-Latih-Tela'ah (RTL), (b) Strategi Leaner Centred, (c)  Strategi kurukulum berbasis kompetensi, dan (d) strategi penguatan pendidikan ekstrakurikuler.

Kata-kata Kunci : Life skills, Imtaq, Sekolah, Pendekatan, Strategi.
A. Pendahuluan
            Life skillls merupakan orientasi pembelajaran yang bertujuan agar setiap komponen pembelajaran mengikuti tuntutan orientasi tersebut. Pendidik berusaha merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran dengan selalu berorientasi kepada life skills. Sedangkan peserta didik menyiapkan dirinya untuk belajar  dan menguasai kecakapan hidup (life skills) agar dapat hidup mandiri atau berkemampuan dengan optimalisasi pemanfaatan potensi/sumber daya diri dan lingkungannya.
            Life skills sebagai muatan/materi pembelajaran bukanlah materi tersendiri yang menambah jumlah kajian/mata pelajaran yang ada selama ini. Tetapi life skills berintegrasi (luluh) dalam mata-mata  pelajaran yang ada. Orientasi life skills harus dimiliki oleh setiap komponen pembelajaran, terutama pendidik.
            Life skills bukan materi ajar secara terpisah, tetapi setiap pendidik berusaha untuk mengintegrasikan life skills dalam mata pelajaran yang dibinanya sesuai dengan kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Life skills ini sangat bermanfaat untuk dipelajari oleh para pendidik di sekolah, khususnya dalam menambah wawasan tentang life skills,  memetakan peluang-peluang pengintegrasian life skills pada  berbagai kajian keilmuan, menerapkan dan memodifikasi pola penyelenggaraan life skills pada lingkungannya.
Tulisan ini menyajikan materi tentang muatan life skills berbasis agama dalam pembelajaran di sekolah, yang mencakup: konsep life skills, jenis-jenis life skills, strategi dan pola pengembangan life skills.

B. Pengertian dan Konsep Dasar Life Skills
            Banyak pengertian tentang life skills atau kecakapan hidup yang dikemukakan oleh para pakar, maupun badan/lembaga yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Antara lain: Broling (1989) mengemukakan bahwa life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang, sehingga mereka dapat hidup mandiri. Kent Davis (2000:1) mengemukakan bahwa kecakapan hidup (life skills) "manual pribadi" bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja sama dengan secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
            Makna kecakapan hidup (life skills) pada dasarnya lebih luas dari keterampilan untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga, orang yang telah pensiun atau anak-anak tetap memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu memiliki permasalahan sendiri dalam hidupnya.       
Menurut WHO (1997) life skills yaitu berupa berbagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif.
Ketika membahas life skills atau dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kecakapan hidup, maka pertama-tama yang perlu dipahami adalah kapan dan mengapa muncul istilah life skills dan apa yang dimaksud dengan life skills itu.
            Berpijak dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, uraian konsep dasar life skills ini diawali diawali dengan kondisi-kondisi bangsa Indonesia terutama dunia pendidikan, yang memunculkan kebijakan pendidikan life skills.
            Dalam memasuki abad ke 21, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari  krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil ppembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi masyarakat.
           
C. Jenis-jenis Life Skills
            Broling (1989) dalam Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup Pendidikan Non Formal mengelompokkan life skills menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kecakapan hidup sehari-hari (daily living skill), antara lain meliputi: pengelolaan kebutuhan pribadi, pengelolaan keuangan pribadi, pengelolaan rumah pribadi, kesadaran kesehatan, kesadaran keamanan, pengelolaan makanan-gizi, pengelolaan pakaian, kesadaran pribadi sebagai warga negara, pengelolaan waktu luang, rekreasi, dan kesadaran lingkungan; (2) kecakapan hidup sosial/pribadi (personal/social skill), antara lain meliputi: kesadaran diri (minat, bakat, sikap, kecakapan), percaya diri, komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian pada sesama, hubungan antar personal, pemehaman dan pemecahan masalah, menemukan dan mengembangkan kebiasaan positif, kemandirian dan kepemimpinan.; (3) kecakapan hidup bekerja (occupational skill), meliputi: kecakapan memilih pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja, latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan, kemampuan menguasai dan menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan menghasilkan produk barang dan jasa.
            WHO (World Health Organization) mengelompokkan kecakapan hidup ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) kecakapan mngenal diri (self awareness) atau kecakapan pribadi (personal skill), (2) kecakapan sosial (social skill), (3) kecakapan berpikir (thinking skill), (4) kecakapan akademik (academic skill), dan (5) kecakapan kejuruan (vocational skill).
            Dirjen PLS dan Pemuda mengelompokkan life skills secara operasional ke dalam empat jenis, yaitu: (1) kecakapan pribadi (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenal diri sendiri, kecakapn berpikir rasional, dan percaya diri; (2) kecakapan sosial (social skill), seperti kecakapan melakukan kerja sama, bertenggang rasa, dan tanggung jawab sosial; (3) kecakapan akademik (academic skill), seperti kecakapan dalam berpikir secara ilmiah, melakukan penelitian, dan percobaan-pecobaan dengan pendekatan ilmiah; (4) kecakapan vokasional (vocational skill) berupa kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat, seperti di bidang jasa (perbengkelan, jahit menjahit, dan produksi barang tertentu (peternakan, pertanian, perkebunan).
            Direktorat Kepemudaan mengelompokkan life skills ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) kecakapan personal, (2) kecakapan sosial; (3) kecakapan vocasional. Kecakapan personal terbagi dua bagian, yaitu: (a) kecakapan berpikir rasional, yang meliputi: menggali/menemukan info, mengolah info, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah secara kreatif; (b) kecakapan akademik, yang meliputi: kemampuan mengidentifikasi variabel, kemampuan menjelaskan hubungan variabel dengan gejala, kemampuan merumuskan hipotesis, kemampuan merancang penelitian, dan kemampuan melaksanakan penelitian. Kecakapan sosial, meliputi: kemampuan komunikasi, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan membuat harmonisasi. Kecakapan vocasional meliputi: kecakapan kejuruan, kecakapan sehari-hari, dan kecakapan kerja.
            Slameto (2002) membagi life skills menjadi dua bagian yaitu: kecakapan dasar dan kecakapan instrumental. Life skills yang bersifat dasar adalah kecakapan universal dan berlaku sepanjang zaman, tidak tergantung pada perubahan waktu dan ruang yang merupakan fondasi bagi peserta didik baik di jalur pendidikan persekolahan maupun pendidikan nonformal agar bisa mengembangkan keterampilan yang bersifat instrumental. Life skills yang bersifat instrumental adalah kecakapan yang bersifat relatif, kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, situasi, dan harus diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan drap perubahan.
Dari jenis-jenis kecakapan hidup yang telah dijelaskan di atas, pada dasarnya kalau dikelompokkan hanya ada empat jenis kecakapan hidup, yakni (1) kecakapan pribadi (personal skill), (2) kecakapan sosial (social skill), (3) kecakapan akademik (academic skill), dan (4) kecakapan vokasional (vocational skill). 

D. Nilai-nilai Agama  sebagai Landasan dalam Muatan  Life Skills
Nilai-nilai agama sangat penting keberadaannya dalam life skillas, karena betapapun tingginya kecakapan hidup seseorang tanpa dibarengi dengan nilai-nilai agama akan terasa hampa. Atau dengan kata lain, harus dilandasi oleh kecakapan spiritual, yakni keimanan, ketaqwaan, moral, etika dan budi pekerti yang luhur.   Dengan demikian, pendidikan kecakapan hidup diarahkan pada pembentukan manusia yang berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, mandiri, serta memiliki produktivitas dan etos kerja yang tinggi, sesuai dengan  tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yakni  mampu menghasilkan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang sehat dan cerdas dengan dilandasi oleh: (a) kepribadian kuat, religius, dan menjunjung tinggi budaya luhur bangsa, (b) kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (c) kesadaran moral hukum yang tinggi, dan (d) kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Iman dan taqwa (imtaq) menjadi landasan dalam life skills, karena imtaq merupakan ruh bagi setiap orang. Dengan berpegang teguh kepadanya, seseorang akan hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan, karena akan mampu mengaktualisasikan ruh imtaq tersebut dalam seluruh aspek kehidupan, baik tatkala berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Sebaliknya, bila tidak didasari dengan iman, maka akan matilah semangat kerohanian  manusia. Imtaq bagaikan cahaya yang akan menerangi dan memberi petunjuk kepada seseorang dalam menjalani liku-liku kehidupannya. Tanpa iman, seseorang akan tersesat ke jurang kenistaan. Betatapun tingginya kecakapan dan keahlian seseorang, tanpa didasari oleh iman, maka tidak akan bermkna. Dengan demikian iman dan taqwa harus menjadi landasan dalam life skills.  


             
E. Pendekatan dan Strategi Pengembangan Muatan Life Skills pada Pembelajaran di Sekolah      
            Pendekatan life skills pada setiap pembelajaran di sekolah harus menggunakan prinsip-prinsip pendekatan broad based education (pendidikan berbasis luas). Pendidikan berbasis luas merupakan suatu pendekatan yang memiliki karakteristik bahwa proses Pendidikan bersumber pada nilai-nilai hidup yang berkembang secara luas di masyarakat. Wadiman (1998) menyebutkan Pendidikan berbasis luas merupakan system baru yang berwawasan keunggulan, menganut prinsip tidak mungkin membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan, kalau tidak diawali dengan pembentukan dasar (fondasi) yang kuat. Dengan demikian broad based education diartikan bahwa pendekatan Pendidikan yang harus memberikan orientasi yang lebih luas, kuat dan mendasar sehingga memungkinkan warga masyarakat memiliki kemampuan penyesuaian diri terhadap kemungkinan yang terjadi pada dirinya baik yang berkaitan dengan usaha atau pekerjaannya.

1. Landasan Konsep Pendidikan Berbasis Luas
a. Filosofi
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilakukan dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah.
b. Sosial Budaya
a) Nilai social dan budaya digali, dibina dan dikembangkan melalui proses Pendidikan guna memperkuat kepribadian bangsa
b) Menata masyarakat melalui Pendidikan berdasarkan fungsi-fungsi budaya yang universal dengan berorientasi pada budaya local yang berkembang kearah budaya nasional dan global
c)      Proses revitalisasi potensi untuk membangkitkan kesadaran, pengertian dan kepekaan peserta didik terhadap perkembangan social, ekonomi dan atau politik sehingga pada saat mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memperbaiki posisinya didalam kehidupan masyarakat.



c. Psikologis
a) Proses pendidikan diarahkan untuk mengoftimalkan karakteristik potensi yang dimiliki seseorang sehingga menuntut adanya lingkungan yang kondusif bagi kebutuhan belajarnya.
b) Manusia dalam kehidupan memerlukan hubungan dengan yang lainnya sehingga membutuhkan berbagai nilai-nilai yang berkembang secara luas untuk kepentingan kelangsungan hidupnya.

2. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam program keterampilan hidup dengan pendekatan pendidikan berbasis luas adalah :
a.   Adanya penyempurnaan kurikulum dari program pendidikan yang berbasis   sempit   (narrow   based  curriculum)   menjadi   berbasis mendasar. kuat dan luas (broad based curriculum).
b.   Pelaksanaan evaluasi difokuskan kepada kompetensi warga belajar yang mengikuti kegiatan pembelajaran.
c.   Metode pembelajaran variatif menerapkan prinsip reinforcement.
d.   Peningkatan mutu dan pembentukan keunggulan sebagai bekal menghadapi berbagai perubahan yang berkembang semakin cepat.
e.   Membuka wawasan dan pola pikir, sikap mental warga masyarakat sehingga  mampu  mengoptimalkan  potensi   yang  ada,  merubah tantangan menjadi peluang bagi kehidupannya.
f.    Membentuk   dan   meningkatkan   mutu   tim   fasilitasi   terhadap pelaksanaan program  keterampilan  hidup  guna memantau  dan memberikan supervisi terhadap program sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
g.   Memfasilitasi berbagai bentuk kegiatan dalam rangka mendukung program keterampilan hidup.
h.   Mengoptimalkan peran lembaga/masyarakat untuk melaksanakan dan mengembangkan program keterampilan hidup sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah/lokal.
i.    Meningkatkan kerja sama dengan unit kerja terkait, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakal dan sebagainya dalam mendukung pelaksanaan program keterampilan hidup.
3.      Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui aktualisasi sistem broad based education telah dicanangkan melalui Ketetapan MPR (1999) berkenaan dengan pendidikan yang mengamanatkan tiga hal, yaitu :
a.       Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia berkualitas tinggi dengn peningkatan anggaran pendidikan secara berarti
b.      Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
c.       Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaruan kurikulum untuk melayani keberagamaan peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diverifikasi jenis pendidikan secara profesional.
         Inti ketiga butir ketetapan di atas menyimpulkan bahwa:
a.       Baik mutu maupun pemerataan pendidikan sama-sama mendapat perhatian
b.      Pemberdayaan lembaga-lembaga pendidikaan dilaksanakan dengan meningkatkan anggaran yang berarti
c.       Program pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan nasional dan lokal.

F.  Strategi Pengembangan Muatan Life Skills pada Pembelajaran
Berdasarkan pendekatan broad based education, strategi pengembangan muatan life skills pada pembelajaran di diantaranya :
1. Strategi Renung-Latih-Telaah (RTL) yang dikembangkan oleh Marwah Daud Ibrahim. Menurutnya pendidikan yang berorientasi life skills perlu dilaksanakan dengan strategi perenungan hakikat dan makna hidup/diri, pelatihan/pembiasaan tentang bagaimana mengelola (manajemen) hidup, dan penelaahan kisah sukses tokoh-tokoh sukses. Karena, pada dasarnya  Life skills merupakan kombinasi antara: (a) perenungan tentang hakikat dan makna keberadaan kita sebagai manusia, makhluk tersempurna dari seluruh ciptaan Tuhan, (b) pelatihan dan pembiasaan praktis untuk mengelola hidup dan merencanakan masa depan agar hidup lebih bermakna dan bermanfaat, (c) cuplikan kisan sukses beberapa tokoh nasional dan tokoh dunia untuk menjadi sumber inspirasi dan motivasi.
2. Strategi Learner Centred yang dikembangkan oleh Direktorat   Kepemudaan   dengan mengadopsi   Strategi   pendidikan   masyarakat,   yang   bercirikan   bahwa pendidikan life skills diselenggarakan dengan prinsip: (1)  pengembangan kecakapan berdasarkan minat dan kebutuhan individu dan/atau kelompok sasaran; (2) pengembangan kecakapan terkait dengan karakteristik potensi wilayah setempat (sumber daya alam dan potensi sosial budaya); (3) pengembangan kecakapan dilakukan secara nyata sebagai dasar sektor usaha kecil atau industri rumah tangga; (4) pengembangan   kecakapan   berdasar   pada   peningkatan  kompetensi keterampilan peserta didik untuk berusaha dan bekerja sehingga tidak terlalu teoritik namun lebih bersifat aplikatif operasional.
3. Strateg Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan asusmsi bahwa setiap manusia hidup memiliki kompetensi-kompetensi tertentu sesuai perkembangan usia, status sosial, dan pekerjaannya. Berdasar kompetensi-kompetensi inilah suatu kurikulum pembelajaran (pendidikan) dirancang sehingga ditemukan formulasi materi/pelajaran apa yang perlu dimiliki/ dikuasai peserta didik dalam mencakapkan dirinya untuk melaksanakan kompetensinya.
4.  Strategi Penguatan Pendidikan Ekstrakurikuler yaitu berupa kegiatan belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah untuk lebih memperluas wawasan atau kemampuan, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran. Tujuan dari pendidikan ekstrakurikuler adalah: (1) meningkatkan dan memantapkan pengetahuan siswa; (2) mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan keterampilan dalam upaya pembinaan pribadi; dan (3) mengenali hubungan antar pelajaran dalam kehidupan di masyarakat.

G. Kesimpulan
            Dari uraian tentang life skills di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan  sebagai berikut:
Life skills pada dasarnya merupakan interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga ia dapat hidup mandiri.
Dari beberapa jenis life skills atau kecakapan hidup yang dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa life skills pada dasarnya terbagi kepada empat jenis, yaitu: (1) kecakapan personal, (2) kecakapan sosial, (3) kecakapan akademik, dan (4) kecakapan vokasional.
Agama (iman dan taqwa) harus menjadi landasan dalam life skills, karena Iman dan taqwa (imtaq) merupakan ruh bagi setiap orang yang akan menjadikan  orang hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan. Tanpa imtaq sesorang   akan matilah semangat kerohaniannya, dan akan tersesat ke jurang kenistaan.
Pendekatan yang tepat dan sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran life skills di sekolah adalah pendekatan "Broad Based Education".  Broad Based Education merupakan suatu pendekatan yang memiliki karakteristik bahwa proses pendidikan bersumber pada nilai-nilai hidup yang berkembang secara luas di masyarakat.
Strategi pengembangan muatan life skills yang dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah adalah: (1) Strategi Renung-Latih-Tela'ah (RTL), (b) Strategi Leaner Centred, (c)  Strategi kurukulum berbasis kompetensi, dan (d) strategi penguatan pendidikan ekstrakurikuler.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, dkk., (2008), Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup, Bandung: Value Press.
Anwar, (2004) Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skills Education): Konsep dan Aplikasi, Bandung: Alfabeta.
Ditjen Diklusepa, Depdiknas, (2004), Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup (Life Skills) Pendidikan Non Formal, Jakarta: Ditjen Diklusepa.
Ibrahim, Marwah Dawud, (2003), Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan, Jakarta: MHMMD Production.
Ihat Hatimah, dkk. (2007), Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Jakart: Universitas Terbuka
Tim BBE, Depdiknas, (2003), Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skills Education), Jakarta: Depdiknas.   
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar